Headline di kanal-kanal berita hari ini bikin kepala pusing. Hasil revisi kedua UU ITE yang fenomenal itu akhirnya diundangkan sebagai UU No.1 Tahun 2024. Katanya sih, revisi kedua ini demi menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan.
Tapi rasanya kok kaya ga mungkin gitu, soalnya pembahasan revisi keduanya aja diem-diem sok misterius. Mana kita tahu gimana Panja DPR dan Pemerintah memformulasikan pasal-pasalnya, jangan-jangan kaya revisi pertama di 2016, bukannya tambah baik, eh tuh pasal-pasal karet malah lebih rajin dipake buat mengkriminalisasi orang-orang yang mengritik pemerintah.
Pemerintah sih bangga nyebut-nyebut kalau pasal soal pencemaran nama dan ujaran kebencian sudah direvisi. Tapi kan dari dulu masyarakat mintanya #REVISITOTALUUITE dan 2 pasal itu harusnya dihapus, bukan cuma direvisi. Oke lah, rumusan pasalnya sekarang sedikit lebih baik dari yang sebelumnya.
Tapi hati-hati, ada pasal baru yang perlu diwaspadai, yakni pasal 28 ayat 3 soal informasi bohong. Ini pasal karet yang ga dijelaskan lebih rinci apa yang dimaksud dengan informasi bohong di mana ancaman pidananya 6 tahun pula, alias kalau kalian dilaporin bisa langsung dipenjara. 😰
Belom lagi pasal 40a ayat 2 soal pembatasan akses masih dipertahankan. Kasus internet shutdown di Papua pada 2019, dan pemblokiran situs seperti di 2022 sangat bisa terulang lagi di masa depan.
Kalau kaya begini, tujuan awal UU ITE yang seharusnya melindungi warga agar bisa bebas beraktivitas di dunia maya, kok malah jadi aturan yang bisa bikin netizen bungkam, ya?
Ah, tampaknya peribahasa ‘terlepas dari mulut buaya masuk ke mulut harimau’ cocok menggambarkan kondisi netizen Indonesia saat ini.
Cianjur, 4 Januari 2024
Leave a Reply