Menemukan Jati Diri dengan Berselingkuh

“Kadang-kadang kau harus kehilangan dirimu dulu untuk bisa menemukan dirimu yang sejati”

Selingkuh (judul asli: Adulterio; Adultery) merupakan buku Paulo Coelho ke-5 yang saya baca setelah Sang Alkemis, Penyihir dari Portobello, Aleph dan Brida (Manuskrip yang Ditemukan di Accra baru dibaca sekitar 2 halaman).

Dari daftar buku-buku Paulo di atas, buku yang mengisahkan tentang perempuan Jurnalis di Swiss itu menurut saya merupakan buku paling membumi, dengan kisah yang bisa kita temukan di belahan bumi mana pun, tanpa memasukan unsur-unsur agnotisisme, dinamisme dan animisme seperti ciri khas buku Paulo lainnya yang pernah saya baca.

Cerita buku ini berawal dari kehidupan seorang perempuan bernama Linda yang memiliki dunia hampir sempurna (keluarga bahagia, suami yang sukses dan setia, karir yang cemerlang), namun dirinya merasa kesepian dengan rutinitas monoton tiap harinya.

Kesepian itu makin lama makin menenggelamkannya, dan Linda merasa telah kehilangan hidupnya sendiri, hingga suatu waktu saat menjalankan tugas jurnalistiknya, dia bertemu dengan kekasihnya di masa lalu.

CLBK. Cinta lama bersemi kembali. Linda akhirnya jatuh cinta lagi pada kekasih lamanya itu yang juga telah berkeluarga, hingga hubungan terlarang pun kemudian tercipta. Linda menikmati hal tersebut sebagai petualangan baru, seperti oase di tengah gurun kehidupannya. Bahkan, hal-hal yang tak terduga nekat dia lakukan untuk merebut Jacob (nama pria itu) dari istrinya.

Lama-lama, perasaan bersalah dan depresi malah terus mencengkeramnya, hingga akhirnya Linda tersadar bukan itu yang selama ini dia cari untuk mewarnai jalan hidupnya agar lebih bergairah. Tapi, untuk meninggalkan hal yang sudah dimulainya itu juga ternyata tidak mudah.

Berdasarkan penilaian saya, buku ini berhak mendapatkan skor 7,8 dari 10, meskipun tidak lebih inspiratif dari Sang Alkemis, tapi jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Brida dan Aleph.

Oh ya, buku ini sepertinya tidak cocok bagi para polisi moral, nanti syok, karena banyak menyuguhkan adegan plus-plus. Sebenarnya sih gak masalah, cukup dibaca saja, tidak perlu dibayangkan, kecuali kalau memang otomatis terbayang.

Satu lagi, buat yang lemah iman juga tidak disarankan untuk membaca buku setebal 315 halaman ini, karena bisa tergoda untuk melakukan hal-hal (yang dicap) negatif seperti judul buku ini. Alasannya, secara implisit, keseluruhan cerita di buku ini merupakan pembenaran untuk melakukan hal-hal itu.

Sebagai bonus dari ulasan buku ini, saya sertakan beberapa kutipan yang menurut saya menarik. Yuk, selamat membaca!

“Jika orang yang menikah, demi entah alasan apa pun, memutuskan untuk mencari pasangan yang lain, ini tidak selalu berarti hubungan pasangan itu tidak berjalan dengan baik. Saya juga tidak percaya seks adalah motif utama. Ini lebih karena perasaan bosan, karena lenyapnya gairah hidup, karena ketiadaan tantangan.  Ini campuran dari berbagai faktor.”

Dan mengapa hal ini terjadi?

“Karena, sejak kita menjauh dari Tuhan, kita hidup dalam eksistensi yang terpotong-potong. Kita mencoba menemukan keesaan, tetapi tidak tahu jalan kembali; karenanya kita berada pada kondisi ketidakpuasaan yang bersifat konstan. Masyarakat melarang dan menciptakan hukum, tetapi ini tidak memecahkan masalah.”

– percakapan antara Linda dan Laki-laki Kuba, hal 214.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *